Destiny
oleh: Devi Oktaviasari (@deviOksar)
Sudah lama aku
memendam perasaan ini, aku tak berani menceritakan ini kesiapa pun, bahkan
sahabatku pun tidak ada yang mengetahuinya. Aku bukannya tidak percaya dengan
sahabatku untuk menceritakan ini, tapi ada hal yang membuatku tidak bisa
menceritakannya yaitu aku tidak berani
dan aku takut.
Bagiku memendam perasaan lebih mudah dari pada menceritakan kepada
sahabatku, walaupun resikonya aku sering berbohong. Aku tidak pandai
menyembunyikan sesuatu, tapi untuk hal ini aku harus bisa. Setahun sudah aku
memendam perasaan ini, dan hasilnya tidak ada yang mengetahui kecuali Tuhan,
tentu saja aku hanya bisa curhat kepada-Nya. Tapi sempat sahabat ku curiga saat
aku tertangkap basah sedang memandangnya, aku beralasan bahwa aku melamun, dan
dugaan ku benar mereka tidak percaya. Tetapi, aku selalu meyakini mereka. Hingga
akhirnya mereka tidak mengungkitnya lagi.
Setelah aku lulus sekolah menengah atas, aku melanjutkan keperguruan
tinggi yang tak jauh dari sekolah ku
dulu. Mungkin hanya 10km dari sekolahku dulu. Dan yang membuat aku bahagia adalah aku satu
kampus dengannya, walaupun kami tidak sekelas.
Ketika SMA dulu ada kenangan yang tidak bisa aku lupakan hingga saat ini. Pada saat itu ketika pulang sekolah dia memanggil namaku digerbang sekolah SMA,
aku menoleh kebelakang lalu menghampirinya.
“Ya Ri, ada apa ?” Tanyaku ketika aku tepat berada di depannya.
“Pulang bareng aku yuk?! Kamu ngga les kan ?”
“Ngga kok,” jawabku.
Dia memegang tanganku lalu menarikku ke tempat parkir. Aku memperhatikan
gerak-gerik dia. Aku meyakinkan hati bahwa ini terjadi dan semoga tidak
berakhir dengan cepat. Dia menaiki motornya dan menoleh ke araku.
“Ayo naik, sini tas nya biar aku yang bawa.”
“Ngga usah”. Aku naik dan motor pun melaju, sahabatku Nia sempat melihaku
dengan Rio ketika aku melesat dari gerbang sekolah.
“Bentar ya kita ke mini market” Dia melihatku dikaca spion motornya. Dan
aku mengangguk.
Ketika kami sampai di mini market, dia mengajakku untuk masuk. Tapi
tiba-tiba ponselku berdering, jadi aku tidak ikut masuk dengannya.
“Haloo” jawabku. Disebrang sana Nia langsung menghakimiku.
“Adin, lo lagi dimana? Lo bareng Rio kan? Ngapain? Aduh lo ngga tau
apa dia lagi deket sama Naomi? Nanti lo dilabrak lagi.”
“Aduh pelan-pelan dong, iya aku lagi bareng Rio. Dia cuman ngajak pulang
bareng kok. Sekarang dia lagi ke mini market dulu” jawabku.
“Ngapain sih dia ngajak pulang bareng segala? Lagian lo ngapain sih mau
–mau aja” saat mendengar omongan Nia. Aku merasa kecewa karena dia tidak
menyukai keinginan ku.
“Emang salah kalau aku pulang bareng dia?”
“Ngga, cuman kalau Naomi tau bahaya kan?”
“Mereka kan belum jadian” tiba-tiba ponselku mati. Ketika aku balik ke
belakang Rio keluar dari pintu minimarket. Dia menjingjing bungkusan
belanjaannya.
“Udah?”
“Udah, ayo kita pergi” jawabnya.

Dia mengeluarkan bungkusan dari minimarket tadi, lalu memberikan es krim
dan sebatang coklat kepadaku. Aku pun mengambilnya.
“Terima kasih”
“Ada yang pengen aku omongin sama kamu.”
“Apa?” aku membuka bungkus es krim, lalu mengigitnya.
“Kamu taukan aku lagi deket sama Naomi?” dia melirik ke arahku
“Iya, terus?” aku mulai resah ketika mendengar nama Naomi.
“Aku sebenarnya ragu” lanjut dia.
“Ragu kenapa?” Tanyaku
“Kedekatan aku dengan Naomi karena diminta oleh teman-temannya, dan aku
harus menembaknya pada saat Valentine nanti.”
Aku tersedak, lalu aku mengeluarkan tisu untuk mengelap mulut aku yang
kotor karena es krim. Dia langsung memberikan minum, dan aku meminumnya.
“Ngga apa-apakan?” Tanya dia, dengan nada sedikit khawatir.
“Iya, ngga apa-apa, maaf ya. Terus apa yang bikin kamu ragu? Kalau kamu
sayang sama dia tembak aja.”
“Aku sayang sama dia”
Aku kaget ketika mendengar jawabannya, aku menunduk dan ingin rasanya
menangis. Berharap ini tidak terjadi, dan ingin cepat berakhir.
“Sama seperti sayang sama kamu” lanjut dia, aku terkaget lagi mendengar
omongannya, lalu menoleh kepadanya. Rasanya aku ingin dia mengulangi omongannya
tadi omongan yang kedua, bukan yang pertama.
“Yang ngga bisa aku tolak dari permintaan temennya karena Naomi sedang
sakit. Dan aku ngga bisa menolak, aku kasian sama dia” Dia melanjutkan
omongannya, lalu dia menundukan kepala, aku sekilas melihatnya dan aku berbalik
untuk melihat jalan tol yang berada di depanku.
Aku ngga bisa berkata apa-apa, rasa berkecamuk didalam hati, kenapa pada
saat aku merasa bahagia karena bisa bareng bersama dia, kenapa dia harus
membicarakan Naomi, dan kenapa dia harus menerima permintaan teman-temannya.
“Mungkin aku akan menerima permintaan temannya, dan mungkin ini bisa
membantu Naomi. Kamu mau bantu aku kan ?”
Aku mengangguk perlahan tanpa meliriknya.
Ketika kami kembali pulang aku menundukan muka ke pundaknya ditutupi oleh
sweater nya dan aku menangis.
Sekarang setelah aku berada diperguruan tinggi aku berjanji akan
melupakannya, atau mungkin mengubur perasaan itu, aku mencoba membuka hati agar
aku tidak berlarut-larut dalam kesedihan, karena selalu melihat dia dengan
Naomi bersama di setiap waktu. Ketika pergi kekampus, istirahat dan pulang
kuliah, hingga aku merasa jauh dengan Rio. Kami sudah jarang bersama untuk
bermain di waktu senggang bahkan untuk membahas pelajaran.
Ketika pulang kuliah aku
mendapatkan sms dari Rio, dia mengajak aku pergi dan akan menjemputku di kampus,
aku ingin menolak tapi aku ingin pergi bersamanya.
Ketika aku baru sampai gerbang
rumah, tak lama dia tiba dan mematikan mesin lalu menghampiriku.
“Adin, ayo kita beli es krim.”
“Aku ngga bisa, aku cape” ada
sedikit kekecewaan dalam garis mukannya.
“Kita jarang bareng sekarang,
ayo dong kapan lagi”
“Maaf ngga bisa, aku sibuk” aku
masuk kerumah, dan meninggalkan Rio. Aku merasakan penyesalan karena menolak
keinginanku sendiri. Aku masuk kamar dan membenamkan muka kedalam bantal.
Aku terlelap dalam tidur, aku
bermimpi pergi bersama Rio. Dia mengajakku ke bukit dan kami bernyanyi bersama
dengan gitar yang selalu dia bawa. Tiba-tiba aku terbangun ketika ada sesuatu
yang dingin di lenganku. Ketika aku melihat ke samping, aku kaget melihat Rio
ada di dalam kamar dan berbaring di tempat tidurku. Aku terlonjak kaget.
“Heh ngapain dikamar aku ?”
“Abis diajak beli es krim ngga mau, ya udah aku bawa es krimnya kesini
deh.”
“ih ngga sopan, masuk kamar cewek sembarangan.”
“Udah di ijinin kok sama mamahmu, eeeh mau kemana ?”
“Mau cuci muka.”
“Oh, sekalian ganti baju, besok kan di pake lagi”
Aku mengganti pakaian dan mencuci muka. Aku tidak menyangka dia begitu
inginnya pergi bersama ku sampai dia rela beli es krim dan datang ke rumahku.
Perasaan itu muncul kembali dengan tiba-tiba, setelah berbulan-bulan
dibenamkan. Aku kembali ke kamar dan dia sedang melihat diaryku. Aku
cepat-cepat mengambilnya.
“Hey sopan dong itu kan punya aku!!” aku takut dia membaca diary yang
berisi tentang perasaan aku ke dia.
“Belum dibaca kok, cumin sedikit. Awalnya doang” dia membuka bungkus es
krimnya.
“Eh, jangan makan di kasur, turun-turun nanti kotor”
“Iya iya, sini dong kita makan es krim bareng”
“Ngga, nanti takut gendut.”
“Sejak kapan mikirin penampilan? Udah terima apa adanya. Mau gimana juga
aku tetep sayang sama kamu”
“Apa?” Tanya aku dengan kaget.
“Ngga, ayo sini kita makan es krim.”
Aku duduk disampingnya dan dia memberikan sebungkus es krim yang telah
dibuka. Aku mengigitnya. Sudah lama sekali aku merindukan saat seperti ini,
memakan es krim dan coklat bersama.
“Kemarin lusa Naomi dibawa kerumah sakit, penyakitnya udah mulai parah.
Leukimianya udah kronis banget, kasian dia.”
“Terus sekarang keadaannya gimana?”
“Udah mendingan, cuman harus diingetin buat minum obat.”
“Semoga cepet sembuh ya, aku ikut prihatin”
“Iya, thanks. aku tuh kangen
kamu tau, semenjak kita kuliah kita jadi jarang bareng.”
“Bukan semenjak kuliah, tapi semenjak kamu pacaran.” Kataku menyindir
“Maaf ya, aku jadi ngga ada waktu buat kamu. Makanya kamu punya pacar
dong.” Balas dia.
“Iya, ini juga lagi menuju proses.” Jawabku
“Siapa? Jangan dong kamu jangan punya pacar”
“Kenapa? Kamu punya kenapa aku ngga boleh?!”
Rio merebut es krimku, menyimpannya. Dan dia memegang tanganku.
“Kamu ngga boleh punya pacar, aku ngga mau kehilangan kamu.”
“Egois dong.” Jawabku lalu melepaskan tangannya dan mengambil coklat
untuk mengigitnya.
“Aku menerima Naomi karena kasian, dia butuh bantuan. Tapi aku ngga bisa
ngeliat kamu sama orang lain”
“Tapi aku bisa liat kamu sama Naomi.”
Tiba-tiba Rio memeluk ku begitu erat, coklatku jatuh ke bajunya. Aku
merasa nyaman saat berada di dalam pelukkannya. Inilah yang aku butuhkan, yang
aku inginkan. Berharap ini yang akan dan sekarang telah terjadi, aku tidak
ingin mengakhirinya.
Dia melepaskan pelukkan dan menatapku lalu mencium keningku, aku terperengah
karena kaget lalu aku menangis. Dan dia kembali memelukku.
“Tunggu aku, dan jangan pernah bersama dengan orang lain” suaranya lembut
tetapi meyakinkan. Aku mengangguk.
Tiba-tiba ponsel Rio berbunyi, dia melepaskan pelukkan dan melihat layar
ponselnya.
“Ibu Naomi” dia memegang pundakku dan mengecupnya keningku lagi.
“Aku pamit ya” dia tersenyum lagu pergi.
Aku terdiam setelah kepergiannya, membayangkan apa yang terjadi,
mengingat setiap detail yang terjadi tadi, dan tidak akan pernah aku lupakan.
Ketika di kampus aku tidak melihat Rio, mungkin dia tidak masuk, tapi
kenapa? Ketika aku melewati kelas Naomi, aku pun tidak melihatnya. Apa Naomi
masuk rumah sakit lagi ? Terkadang aku merasa kesal dengan Naomi karena dia
penghalang hubungan antara aku dan Rio, tapi aku merasa kasian karena Naomi
harus memperjuangkan hidupnya dari penyakitnya. Mungkin karena aku belum di
takdirkan bersama Rio.
Ketika malam hari aku mendapatkan telepon dari Rio.
“Iya Ri ada apa ?”
“Naomi, dia koma din. Aku gagal ngebahagiain dia” Rasa penyesalan dan
khawatir terdengar dari suara Rio.
“Ngga boleh gitu Ri, kamu udah bantu dia untuk menemani hari-harinya”
“Aku takut dia, ninggalin aku” disinilah aku merasa dicampakkan, karena
mengingat omongan Rio tempo hari. Dia tidak mau kehilangan aku, tapi dia juga
tidak mau kehilangan Naomi. Aku merasa dia sangat egois.
“Din, adin kamu masih disitu kan ?”
“Eh iya, aku yakin dia akan sehat kembali. Kamu juga harus optimis.”
“Iya din, kamu mau ngga temenin aku di rumah sakit. Ibunya Naomi lagi ke jakarta
untuk cari Dokter specialis.”
“Iya, sekarang aku siap-siap ke sana ya.”
“Iya, hati-hati di jalannya.”
Aku mempersiapkan peralatan kampus, membawa baju seragam agar aku bisa
berangkat dari sana dan aku mebawa diaryku, tidak lupa aku membawa bekal
makanan aku tau pasti Rio belum makan. Setiba dikamar penginapan Naomi, Rio
sedang memegang tangan Naomi. Lalu melepasnya ketika melihat aku masuk.
“Rio, aku bawain kamu makanan. Pasti kamu belum makan.”
“Terima kasih din”
Aku melihat Naomi yang berwajah pucat, aku merasakan kasian, dan aku
membayang berada di posisinya. Aku akan di perhatikan oleh Rio setiap waktu,
hanya karena aku berpenyakitan. Tapi aku hempaskan semua pikiranku tadi. Lalu
duduk di samping Rio.
Keesokan harinya aku kekampus sendiri, karena Rio harus menjaga dan
menunggu Naomi hingga Ibunya datang. Rio hanya mengatarkan aku hingga gerbang
rumah sakit.
Di sepanjang jalan aku melamun sampai aku melewati kampus.
“Neng ini udah pemberhentian terakhir”
“Waduh saya kelewatan dong mang.”
“Neng ngelamun aja sih.”
“Maaf mang” aku turun dari kendaraan umum dan berjalan tanpa arah.
Membayangkan Rio, Naomi dan Aku. Sampai kapan aku terus menunggu Rio, aku tidak
bisa hanya menunggu yang tidak pasti. Aku harus mendapatkan kepastian dari Rio.
Tiba-tiba ponsel berdering, ketika aku melihat kelayar ternyata dari rio.
aku merejectnya, dan terus berjalan hingga sampai di kedai. Telphone dari rio
terus berbunyi setelah beberapa kali aku reject lalu aku matikan.
Ketika aku membuka tas untuk mengambil diaryku, ternyata diaryku tidak
ada. Aku menggeladah semua tas aku, rasa kekhawatiranku mulai berkecamuk, aku
takut Rio membaca semuanya. Aku berdiri dari tempat duduk lalu aku langsung
menyalakan ponsel dan ada tiga sms dari Rio. ketika aku membacanya tubuh ini
merasa lemas, aku goyah lalu aku terjatuh ke sofa. Aku mendapat kabar bahwa
Naomi meninggal. Tak lama kemudian Rio meneleponku kembali.
“Halo din, kemana aja? Kenapa ngga diangkat telepon aku?
Aku terdiam membisu.
“Din, halo din ?”
Aku menangis tersedu-sedu, aku sudah berpikir negative terhadap Naomi.
Aku menyesal dengan pikiranku sendiri.
“Udah Din jangan nangis, kamu bisa kesini sekarang ? sebentar lagi Naomi
akan dibawa kerumahnya untuk dikuburkan.”
“Iya aku kesana sekarang”
Aku langsung pergi meninggalkan kedai, sambil tersedu aku berlari,
pikiranku tidak terkendali Karena penyesalan yang menerpaku, aku seharusnya
tahu bahwa Naomi tak seberuntung seperti yang aku bayangkan, aku terlalu egois
dengan perasaan aku sendiri.
Aku berlari dan terus berlari
tidak memandang arah, tidak tahu jalan yang aku lewati, yang aku inginkan
segera bertemu Rio. Aku melihat sekeliling banyak orang berteriak, terikan
memperingati, tapi aku tidak tahu teriakan itu ditunjukan untuk siapa. Hingga
pada saat aku menyebrangi jalan aku mendengar suara mobil, ketika aku melihat
kesamping aku terjatuh, semua orang menghampiriku tetapi tidak ada orang yang
aku cari, yaitu Rio. Dan pada saat itu
semua menjadi gelap.
03 maret 2009
Saat terindah
adalah mengenalmu,
Saat terindah
adalah bersamamu,
Saat terindah
adalah mencintaimu
Rio Darmawangsa.
11 Juni 2009
Mulai hari ini makanan favorite kita coklat dan es krim, kamu janji akan
selalu membawakan aku itu jika kita bersama.
05 oktober 2009
Aku seneng hari ini kamu belain aku dari temen-temen Naomi yang rese itu.
Aku juga seneng kau teraktir aku dikedai fav kita. Terima kasih RD :*
10 desember 2009
Awalnya aku seneng ngajak aku ke bukit itu disana cuman kita berdua, tapi
aku ngga suka waktu kamu ngomongin tentang Naomi. Kamu merusak suasana kita RD
T.T
14 febuari 2010
Hari ini kau mengahancurkan hatiku, kenapa kamu menembak dia, aku yang
lebih menyayangimu. Hari ini akan menjadi hari yang terkutuk buat ku.
13 agustus 2010
Kamu datang ke kamarku, membawakan aku coklat dan eskrim disaat aku
tertidur, pada saat aku tertidur aku sedang memimpikkan kamu juga. Ketika aku
bangun kamu ada di depan ku, aku sangat senang saat itu. Dan di saat itu juga kamu
bilang sayang sama aku, kamu kangen sama aku, kamu ngga mau kehilangan aku.
KAMU MENCIUM KENING AKU. J
:*
Love RD
Tidak ada komentar
Posting Komentar