Waktu yang Kutunggu
oleh: Devi Okaviasari (@DeviOksar)
Sudah
tiga tahun dia tahu bahwa aku suka sama dia, tapi kenapa dia tidak merspon perasaanku?
Tingkah laku dia tidak membuktikan bahwa dia suka aku, tapi tingkah laku dia
juga tidak membuktikan bahwa dia tidak suka sama aku. Entahlah aku sudah
mencoba untuk move on kepada orang
lain, tapi hal hasil tidak ada perubahan terhadap perasaanku. Bagaimana mungkin
aku bisa pindah kelain hati kalau dia masih satu sekolah denganku, itu hal yang
rumit karena kita sering bertemu, sering berbincang bersama, terkadang dia ke
kelasku dan aku pun sebaliknya. Aku percaya takdir, dan aku yakin kalau emang
dia jodohku, dia pasti bersamaku, ini hanya soal waktu saja.
“Hey, kamu ngerti ga
sama soal ini?” aku berkunjung ke kelasnya untuk menanyakan tugas matematika.
“Oh ini begini
caranya.” Dia menjelaskan dibuku ku, aku tidak terlalu memperhatikannya, aku
hanya memandangnya. Setiap dia melirikku ke arahku, aku berpaling kebuku.
“Oh iya, iya aku
ngerti” sebenarnya aku sudah mengerjakan, ini hanya modus ku untuk bertemu dia
pagi-pagi.
“Ngertikan? Yaudah
kekelas sana, bentar lagi masuk.” Perintah dia.
“Ih kok ngusir”
“Bukan gitu, nanti
kalau ada guru kan ngga enak, disangkanya kamu suka datang terlambat. Ayo ke
kelas”
“Iya deh, thanks udah diajarin”
Dengan
berat hati aku pergi ke kelas, mengapa dia tidak membiarkan kita untuk
berbincang, aku rela datang ke kelas telat untuk berbincang dengannya, telat
lima menit tidak akan membuat aku kehilangan materi terlalu banyak, karena aku
bisa menanyakannya ke guru les ku, atau ke dia.
Ketika
pulang sekolah aku berjalan menuju gerbang sekolah dengan teman sebangku ku,
Dissy. Teman sebangku ku ini teman curahan hatiku, dia juga yang mengatakan
kepada Rifki tentang perasaanku kepadanya, tapi Rifki hanya bilang bahwa aku
harus memikirkan tentang pelajaran, jangan mengutamakan perasaan.
Setiba
ditempat les aku bertemu dengannya, kita satu les sejak kelas tiga SMP. Dan aku
pernah sekelas dengannya ketika kelas tiga SMP. Aku duduk disamping bangkunya,
dia sedang membaca buku, aku tidak tahu judul bukunya, karena bukunya tersampul
oleh kertas berwarna pink.
“Hey udah makan siang?”
tanyaku kepadanya.
“Belum” jawab dia.
“Lagi baca apa? Kamu
suka warna pink?”
Dia
melirik ke arah ku, lalu tersenyum.
“Bukan ini buku Bella,
tentang orang-orang suskes didunia”
Bella teman sekelas ku juga waktu SMP, aku curiga kalau
Rifki suka sama dia. Tapi aku tahu kalau Bella punya sifat kaya Rifki yang
selalu mementingkan pelajaran. Jadi aku tidak terlalu khawatir, dan sejauh ini
Bella memang tidak pernah menujukan perasaan suka kepada Rifki.
“Temanin makan yuk?”
ajak ku, ketika aku di diamkan karena dia terlalu fokus terhadap buku bacaanya.
“Makan dimana?” dia
melirik jam tangannya.
“Bentar lagi masuk”
lanjut dia
“Di kantin aja, masih
setengah jam lagi. Keburu kok” jawabku dengan meyakinkannya.
Kita pun menuju kantin, dan ternyata disana sudah ada
Bella dan Mario yang sedang asik berbincang.
“Kamu mau pesan apa?
Biar sekalian aku pesanin.”
“Cari yang cepat aja
ya” dia pergi duduk dekat dengan Mario yang bersebrangan dengan Bella, aku
memesankan ketoprak untuk dia dan aku.
“Nih, suka kan?” aku
menyodorkan piring kepadanya, aku duduk dipinggir Bella.
“Suka kok, thanks yaaa” jawab dia
“Eh Bel dikira belum
datang, soalnya dikelas ngga ada tasnya.” Kataku untuk memulai pembicaraan dari
keheningann ketika aku tiba disana.
“Iya langsung kesini,
habis lapar banget nih. Biar ngga bulak-balik”
“Tuh, seharusnya kamu
kaya Bella. Kalau lapar langsung kesinia aja ngga usah kekelas dulu, Hemat
waktu”
“Ya kan aku nyimpan tas
dulu” jawabku, aku menunduk dan menghabiskan makananku dan Mario ketawa ketika
aku diceramahi oleh Rifki.
“Kenapa ketawa ada yang
lucu?” tanya Bella ke Mario
“Lucu tuh mukanya si
Ananda”
Ketika pulang les aku masukan buku ke tasku untuk pulang.
Aku melihat Rifki menghampiri Bella, dan mengajaknya pulang bareng. Kenapa
mesti ke Bella kenapa ngga sama aku? Memang sih Bella serarah dengan rumah
Rifki.
“Hayu boleh banget,
asik ngga usah ngeluarin ongkos.” Jawab Bella ketika ditawarkan tumpangan
pulang
Aku
keluar kelas lalu menunggu angkutan umum, tiba-tiba Mario datang menghampiriku
dengan motor ninjanya.
“Mau bareng ngga?
Kitakan searah” ajaknya
“Boleh” jawabku. Ketika
aku naik motornya. Rifki yang membonceng Bella menghampiriku dan Mario.
“Eh kita duluan yaaa”
kata Bella
“Iya hati-hati” kata
Mario, aku melihat kearah Rifki, tapi wajah dia tertutup oleh helm.
Setiba
dirumah, Mario langsung pulang ketika aku menawarkannya mampir kerumah. Aku
menuju kamar untuk berbaring sementara, lalu aku pergi untuk mandi. Setelah
mandi aku mengambil ponselku lalu mengirim pesan singkat ke Rifki.
“Hey” tetapi belum ada
jawaban, sambil menunggu jawaban aku mengerjakan tugas matematika ku. Setelah
satu jam setengah akhirnya Rifki membalas pesanku.
“Apa Ananda?” aku
segera membalasnya.
“Lagi apa?” selang
beberapa menit dia membalas kembali.
“Lagi belajar, ada apa?
Emang kamu ngga ada tugas sekolah?”
“Ada sih, ini aku lagi
ngerjain tugas matematika”
“Ya udah kerjain dulu,
ada tugas kok malah smsan” aku tidak membalasnya, aku kembali mengerjakan tugasku.
Setelah mengerjakan tugas, aku mendengarkan music di
ponselku. Tiba-tiba ada telpone dari Mario, segera aku mengangkatnya.
“Hallo, ada apa yo?
“Nanda, Aku suka sama
kamu.” Apa? Apa aku ngga salah dengar?
“Maksudnya?” tanya ku,
untuk meyakinkan perndengaran ku tadi.
“Iya, aku suka sama
kamu. Mau ngga jadi pacarku?” tanya dia.
“Jangan bercanda yo”
kataku.
“Serius aku, ayo jawab.
Kamu mau ngga kadi pacarku?” tanya dia sekali lagi, aku bingung untuk menjawab
apa? Ini benar-benar hal yang tak terduga.
“Iya aku mau” jawabku,
aaah apa yang kubilang tadi? Benar-benar diluar pikiranku.
“Serius? Aku ngga salah
dengar kan?”
“Ngga kok” kataku sama
dengan tidak yakinya atas jawaban ku tadi.
“Ya udah thanks ya udah mau terima aku, oke
selamat malam. Ketemu besok ya” lalu dia mematikan ponselnya.
Aku berbaring dikasur, memikirkan jawaban ku tadi. Aku
tidak menyangka dengan jawaban ku tadi, aku sama sekali tidak ada rasa sama
Mario. Aku sudah membohongi perasaanku sendiri, terutama membohongi Mario, tapi
aku harus mencobanya, mungkin ini cara untuk aku move on dari Rifki. Aku menutup mata untuk tertidur.
Sebulan sudah aku berpacaran dengan Mario, tapi kami
seperti teman biasa, karena aku ingin backstreet
dari Bella dan Rifki. Sebenarnya Mario setuju saja, tapi dia selalu bertanya
kenapa kita mesti backstreet. Aku
selalu memberi alasan yang tidak jelas kepadanya.
“Kenapa kita mesti backstreet?” tanya dia untuk kesekian
kalinya, ketika kami sedang makan berdua di kantin tempat les kita.
“Aku takut orang tuaku
tahu” jawabku sambil acuh.
“Ya berarti kita ngga
perlu backstreet didepan teman-teman
dong”
“Ya perlu dong, nanti
kalau ada yang bilang ke orangtua aku gimana?” sebenarnya mamah dan papah tidak
pernah melarangku berpacaran.
“Jadi kalian pacaran?”
tanya Bella, ketika dia masuk kekantin. Aku terkejut dengan kehadiran dia
bersama Rifki.
“Dari kapan?” tanya
Rifki.
“Udah sebulan” jawab
Mario
“Wow kok ngga cerita?”
tanya Bella, aku hanya terdiam, lalu aku pergi meninggalkan mereka.
Aku masuk toilet dan menangis, aku ngga mau Rifki tahu, aku
tidak mau dia berpikir bahwa aku tidak serius menyukainya, ini semua salahku. Aku
terus menangis-menangis karena kebodohanku. Ketika aku keluar aku terkejut
dengan kehadiran Bella, dia tersenyum kepadaku.
“Nan ada yang aku mau
omongin” dia masuk dan kami berbincang ditoilet.
“Nan sebenarnya aku
suka sama Mario” aku terkejut mendengar pernyataan dari Bella, aku melihat ke
arahnya dan memandangnya.
“Tapi aku ngga berani
untuk mengungkapkannya, karena aku takut dia ngga suka sama aku, aku terlalu
takut untuk dijauhi oleh Mario. Dan sekarang sudah jelas dia sukanya sama
kamu.” Setetes air keluar dari matanya, lalu dia mngelapnya dengan tangannya
sendiri.
“Aku kira kamu suka
sama Rifki, ternyata kamu suka sama Mario, harusnya aku tahu itu, kalian saling
menyukai” lanjut Bella, aku terisak nangis. Aku sudah menyakiti perasaan
orang-orang, aku membohongi Bella, Rifki, Mario termasuk diriku sendiri.
“Maafkan aku Be”
jawabku,
Aku
tidak bisa menjelaskannya. Aku terlalu rapuh untuk hari ini. aku pergi
meninggalkan Bella, sambil menangis aku keluar dari toilet dan bertemu Rifki.
Dia langsung memelukku, begitu nyamannya aku berada dipelukannya. Ini yang aku
butuhkan dekat dengannya.
“Ki, lepasin Nanda!”
suara Mario di belakangku, lalu dia menariku dari pelukkan Rifki. Aku tidak
bisa membantah, aku terus menagis dan Mario membawaku pulang.
Ketika sampai didepan rumah, Mario membopongku ke kamar.
Dirumah sedang tidak ada siapa-siapa, mamah dan papah sedang berada diluar
kota, aku hanya ditemani adikku yang sedang sekolah.
“Kenapa nangis?” tanya
Mario, ketika dia memberikan segelas air kepadaku.
Aku menggeleng, aku meminum air yang diberikan Mario.
“Mario kita temanan
saja yaa” kataku tanpa berani melihat ke arahku.
“Kenapa? Emang apa
salahku? Maaf kalau tadi aku membuat rahasia kita terbuka.” Kata dia.
“Kita lebih baik
temanan aja, karena ada yang lebih menyayangi kamu”
“Siapa? Apa kamu ngga
sayang sama aku?” tanya dia, aku hanya terdiam. Dia pergi meninggalkan aku,
suara motornya berderung keras dan tak lama suaranya menghilang dari kejauhan.
Setelah tiga bulan dari masalah itu, Mario tidak pernah
lagi berbicara denganku, aku berulang kali mengirimkan pesan singkat untuk
meminta maaf, tetapi tak pernah ditanggapinya. Rifki pun sibuk dengan
tugas-tugasnya, karena sebentar lagi akan kelulusan sekolah, kita selalu
bertemu hanya saling sapa saja, Karena tidak ada waktu untuk berbincang.
Kelulusan pun tiba, kita semua lulus dan melajutkan ke
perguruan tinggi yang kita inginkan, ketika kelulusan Mario dan Bella
menghampiriku.
“Hey selamat yaa” ucap
Bella kepadaku.
“thanks, you too” jawabku, aku melirik kearah Mario, dia tersenyum
dan aku membalasnya.
“hmm, aku ke Rifki dulu
yaa” kata Bella, lalu dia meninggalkan kami berdua.
“Nan, aku minta maaf.”
Kata Mario.
“Iya, maafin aku juga
ya” kataku.
“Sekarang aku pacaran
sama Bella” dia tersenyum kepadaku.
“Wah, dari kapan? Kok
ngga cerita?” tanyaku dengan terkejut, aku bahagia karena akhirnya Mario
membalas cinta Bella.
“Kemarin aku nembaknya”
kata Mario.
Bella dan Rifki menghampiri kami.
“Hey ayo kita merayakan
kelulusan kita” kata Bella
“Ayo, kita ke Dv’s café
aja untuk ngerayainya” kata Mario. Aku mengangguk, ketika aku melihat Rifki dia
pun mengangguk dan tersenyum kepadaku.
Kita pun bertemu di Dv’S café untuk merayakan kelulusan
kita, serta merayakan hari jadi Bella dan Mario.
“Kapan kamu pergi ke
Singapore?” tanya Bella, ketika aku mengaduk-aduk lemon tea yang ku pesan.
“Siapa yang ke
Singapore?” tanya ku. Aku melirik kearah Bella, dan dia melirik kearah Rifki,
ketika aku melirik kearah Rifki dia tersenyum.
“Besok aku berangkat”
jawab Rifki.
“Kok ngga ngasih tahu
aku sih?” tanyaku.
“Aku juga baru tahu
tadi, dan itu pun dikasih tahu Mario” kata Bella.
“Sampai kapan?” tanya
ku
“Sampai kuliah selesai
dong” jawab Rifki.
“Aduh ada yang
kehilangan tuh” kata Mario.
Aku tidak menanggapi omongan Mario, aku masih memikirkan
tentang Rifki, dia akan pergi keluar negri, dan aku tidak akan bertemu
dengannya untuk beberapa tahun. Apa aku sanggup untuk tidak bertemu dengannya.
Ketika kita pulang dari café, Rifki mengatarkan aku
pulang, sepanjang perjalanan kami hanya diam. Dia tidak membuka pembicaraan dan
aku pun sebaliknya, aku masih memikirkan tentang kepergian Rifki ke Singapore, aku
tidak yankin dengan kesanggupannku. Ketika sampai digerbang aku turun dari
motor, lalu membuka gerbang rumah tanpa berpamitan dengan Rifki.
Ketika keberangkatan Rifki ke Singapore aku hanya
mengirim pesan singkat tanpa mengantarkannya kebandara. aku diajak oleh Bella
dan Mario, tapi aku beralasan bahwa aku harus mengurusi persyaratan kuliah ku
nanti. Sebenarnya aku hanya tidak kuat untuk melihatnya pergi.
Tiga tahun sudah aku ditinggalkan oleh Rifki, tapi
perasaanku tidak pernah berubah. Aku kira perasaan ini hanya karena terbiasa
aku sering bersama dia. Tapi aku salah, walaupun aku ditinggalkan oleh Rifki
tapi perasaanku masih seperti dulu. dia selalu menanyakan kabarku lewat Mario,
terkadang kami berhubungan lewat jejaring social. Kuliah ku hampir lulus karena
aku hanya mengambil D3, sedangkan Rifki mengambil S1 jadi dia masih ada dua
tahun lagi. Dan aku harus menunggunya hingga dua tahun lagi.
Suara
bel pun berbunyi, aku melirik jam dinding, sekarang sudah pukul 10 malam. Siapa
yang bertamu selarut malam ini, apa dia tidak tahu adab bertamu. Dengan malas
aku membukakan pintu. Seorang pria dengan membawa sebuket bunga mawar merah
yang menutupi wajahnya.
“Maaf mau ketemu
siapa?” tanyaku.
Pria
itu menurunkan buket bunga dari wajahnya, aku terkejut ketika melihat siapa
yang berada didepanku, aku masih tidak menyangkanya. Dia sosok yang aku tunggu
selama ini. aku mengeluarkan air mata, yang tak terduga. Begitu bahagianya perasaanku
ini.
“Kok nangis” dia
mengelapkan air mata dipipiku oleh tangannya.
Aku
semakin terisak dengan tangisanku, dia memelukku dan membawa ku pergi. Dia
menyuruhku naik mobilnya tanpa perlawaanan aku menurutinya, aku masih terisak
nangis, tanpa tahu aku dibawa kemana. Tiba-tiba mobil pun berhenti, aku masih
menangis.
“Udah dong jangan
nangis, ngga senang ya aku pulang?” tanya dia, aku memandangnya dengan marah.
“Apa kamu bodoh? Masa
aku ngga senang? Aku udah nunggu kamu selama tiga tahun untuk pulang” jawabku
sambil nangis. Dia tersenyum lalu mengelapkan air mata di pipiku.
“iyaa, maafin aku udah
buat kamu nunggu” kata dia.
“kamu jahat, biarkan
perasaanku menunggu selama enam tahu, biarkan diriku menunggu selama tiga
tahun” tangisanku semakin meledak, lalu dia memeluku.
“Sekarang aku ngga mau
kamu menunggu aku lagi” kata dia, aku melepaskan pelukkan nya. Dan
memandangnya.
“Maaf kalau selama
ini aku membuatmu menunggu, aku hanya
ingin kita serius dalam belajar, hingga kita bisa memcapai cita-cita kita, dulu
bukannya aku ngga mau kamu sms, cuman aku pengen kamu serius belajar, dan aku
ngga mau jadi penggangu belajar kamu. Aku juga pengen kita ngobrol bareng, tapi
ngga pada saat kita sedang belajar.” Lanjut dia.
“Tapi kamu suka ngobrol
sama Bella?” tanya ku, dia tersenyum.
“Aku ngobrolin kamu.”
“Ngobrolin apa? Kok
Bella ngga cerita”
“Ngobrolin semua
tentang kamu, kamu suka sama apa?, benci sama apa?. Aku nyuruh Bella buat ngga
cerita sama kamu” kata dia, aku kembali nangis.
“Udah dong jangan
nangis, aku bawa bunga mawar buat kamu, kamu suka mawarkan?”
“Kamu keterlaluan, aku
kira kamu suka sama Bella, kamu tahu aku sampai terima Mario jadi pacarku,
untuk ngelupain perasaanku, dan itu sama sekali ngga berhasil”
“Iya aku tahu, dan kamu
udah menyakiti perasaan Bella” aku menangis lagi, dan dia memelukku lagi.
“Udah jangan nangis
lagi, aku sayang sama kamu, dan aku mencintai kamu” dia melepaskan pelukkan dan
mencium keningku.
“Tapi untuk sekarang
kamu harus mau menungguku lagi, sampai aku lulus kuliah” kata dia sambil senyum
kepadaku, aku mengangguk dan membalas senyumannya.
“Ini waktu yang kutunggu” aku kembali memeluk Rifkiku.