"Lalu, jika selama ini selalu defisit, kenapa para pengusaha rokok justru menjadi orang terkaya di Indonesia?" Pertanyaan yang menjadi perdebatan hingga kini.
Dikutip dari berbagai sumber dapat diambil kesimpulan bahwa pembandingan "Defisit negara" vs "penghasilan pengusaha rokok" tidak lah adil. Defisit negara dikarenakan banyak hal, bukan hanya karna sakit yang disebabkan rokok. Lalu mengapa pengusaha rokok menjadi kaya? Ada perhitungan tersendiri, Indonesia merupakan 'rumput segar' bagi pengusaha rokok dikarenakan kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang bahaya rokok sehingga mereka tidak keberatan membeli barang berbahaya itu. Yang lebih ironisnya adalah sebagian besar perokok aktif adalah masyarakat kurang mampu, pelajar/pemuda di bawah umur, bahkan bayi sekalipun. Pernahkah kalian mendengar istilah "Baby Smoke"? Yap, di Indonesia sangat banyak fenomena bayi yang merokok. Bahkan bisa menghabiskan rokok lebih dari rata-rata orang dewasa. Lalu fenomena " Marlboro Man", yap sebuah tokoh iklan Marlboro yang berpakaian layaknya koboi dan terlihat gagah menjadikan pandangan para penonton bahwa rokok itu membuat Anda menjadi keren, gagah. Tapi, apakah kalau Anda sudah menderita kanker, impoten, gangguan kehamilan, atau penyakit lainnya karena rokok itu bisa membuat Anda keren? Mungkin Anda akan merasa keren dengan alat bantu kesehatan yang menempel di tubuh Anda selamanya dan keren karena merasa mampu membayar semuanya. Seandainya tidak mampu? Menyesalkah Anda?
"Saya tahu persis
perusahaan rokok sudah siap untuk meninggalkan industri rokok, tapi mereka
memanfaatkan situasi. Petani juga bisa mengganti tanamannya dengan tanaman lain
yang lebih menghasilkan dibanding tembakau. Hanya 20% petani atau sekitar
600.000 orang petani saja yang betul-betul tergantung hidupnya pada
tembakau," tutur Prof Hasbullah.
Sebagai contoh sukses, Prof
Hasbullah lantas menyebutkan petani di Republik Rakyat China yang telah banyak
beralih dari tembakau ke bawang putih yang ternyata lebih menguntungkan.
Dalam sebuah survei yang
dilakukan oleh Prof Hasbullah di 3 provinsi penghasil tembakau, ia menemukan
bahwa rata-rata petani hanya mendapat pendapatan sekitar Rp 1,5 juta per bulan
dari bertanam tembakau. Padahal kebutuhan impor Indonesia 2 kali lebih banyak
ketimbang tembakau yang diekspor. Artinya, yang diuntungkan justru
negara-negara yang menghasilkan tembakau namun dilarang berjualan rokok di
negaranya.
Sebenarnya jawaban dari
mengapa pengusaha rokok terus kokoh bertengger menjadi orang terkaya adalah
karena sikap perokok aktif yang secara sengaja membeli rokok padahal rokok
tidak lebih penting dari kebutuhan lainnya. Yang lebih ironis adalah karena
masyarakat kurang mampu lebih banyak membeli rokok dibanding kebutuhan
pokoknya.
Hitungannya adalah apabila 1
bungkus rokok seharga Rp.13000, sesuai data di atas dimana rata-rata responden
menghabiskan 2 bungkus sehari maka 13000×2=26000/hari atau
26000×30=780000/bulan atau 780000×12=9360000/tahun. Angka yang
fantastis bukan? Maka, mulailah dari detik ini untuk berhenti merokok dan atau
hindari rokok! Hidup sehat tanpa rokok! Jadilah pemuda yang keren tanpa rokok!
*artikel oleh : Richie Imani
sumber gambar : http://keeptron.blogspot.co.id/2011/06/say-no-to-smoking.html